Pemerintah Republik Indonesia terus berupaya mewujudkan cita-citanya dalam kemandirian alat utama sistem senjata (Alutsista) Indonesia. Kebijakan-kebijakan tersebut kini terus digodok oleh Tim Kajian Dewan Pertimbangan Presiden.
Untuk mengejawantahkan rumusan kajian tersebut, beberapa orang tim kajian Wantimpres pada Selasa, 15 Mei 2018 berkunjung ke perusahaan bahan peledak komersial dan militer, PT DAHANA (Persero) yang berlokasi di Kabupaten Subang.
Tim kajian yang berjumlah 7 orang ini merupakan tim perumus kajian Alutsista TNI. “Kami tengah ditugaskan oleh anggota Wantimpres, Bapak Subagyo HS, beliau membidangi Pertahanan dan Keamanan. Naskah kajian yang tengah dirumuskan ini salah satunya adalah tentang isu pertahanan,” ungkap Heri Mulyono, Ketua Tim Kajian Wantimpres.
“Dan Dahana ini yang kami tinjau untuk melengkapi data-data kami, karena kami lihat berkaitan dengan Industri Pertahanan,” imbuh Heri.
Kunjungan Tim Kajian Wantimpres ini disambut langsung oleh Direktur Utama PT DAHANA (Persero) Budi Antono yang didampingi oleh Direktur Teknologi & Pengembangan Heri Heriswan. Pada kesempatan ini Ketua Tim Kajian mengungkapkan bahwa timnya kini tengah menggarap kajian tentang Optimalisasi masalah pengadaan dan pemeliharaan Alutsista untuk menuju kemandirian.
“Sudah beberapa bulan ini perumusan kajian sudah berjalan, dimana sebelumnya kami sudah mengundang beberapa Lembaga dan instansi terkait untuk dimintai data-data, serta terjun langsung ke lapangan, dan termasuk berkunjung ke PT DAHANA,” ungkapnya.
Budi Antono, pada kesempatan ini memaparkan tentang DAHANA, mulai visi misi dan mimpi serta kondisi DAHANA terkini. DAHANA yang terlahir dari rahim TNI AU ini sejak 2014 sudah ikut bagian dalam program pemerintah mewujudkan kemandirian alutsista.
“Pada dasarnya kami adalah perusahaan BUMN Industri Strategis pembuat bahan peledak. Dimana DAHANA sudah ditetapkan dalam 7 Program Nasional untuk ikut serta mewujudkan Industri Propelant,” ungkap Budi Antono.
Sebagai entitas bisnis, terang Budi, tidaklah mudah bagi DAHANA mewujudkan itu semua tanpa ada bantuan dan campur tangan pemerintah. “Kami sudah siapkan roadmap untuk mewujudkan Industri Propelant. Operator dan persiapan lainnya telah kami siapkan. Persoalannya ada pada keterbatasan kemampuan kami dalam biaya investasi dan modal kerja dalam membangun Industri propellant dan handak militer, sehingga dibutuhkan dukungan pemerintah,” terang Budi Antono.
Langkah membangun Industri Propelant di DAHANA sudah memasuki beberapa tahap. Tahap pertama kini sudah dibangun Pabrik Nitrogliserin (NG) salah satu bahan baku propellant, yang telah diresmikan pada Maret 2018 lalu oleh Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu. (SYA)